Akibat Tanam Paksa Bagi Rakyat Indonesia
Akibat Tanam Paksa Bagi Rakyat Indonesia
Akibat tanam paksa bagi rakyat
Indonesia - Akibat langsung yang diterima oleh rakyat Indonesia dari sistem
tanam paksa jelas sekali. Kemiskinan, kesengsaraan dan kelaparan adalah nasib
pahit yang harus diderita oleh masyarakat. Beban pajak yang berat, panenan yang
gagal, dan pemaksaan bekerja yang sewenang-wenang telah membawa malapetaka
penduduk di berbagai tempat.
Di Cirebon keadaan yang demikian
telah menimbulkan bahaya kelaparan, sehingga ribuan penduduk terpaksa harus
mengungsi ke daerah lain untuk menyelamatkan hidupnya. Demikian pula penduduk
di Demak (1848) dan Grobogan (1849), mengalami bahaya kelaparan yang
mengakibatkan kematian secara besar-besaran. Jumlah penduduk di kedua daerah
tersebut menurun secara tajam. Bahaya kelaparan dan wabah penyakit yang banyak
membawa korban juga terjadi di daerah lainnya, sehingga di sebutkan pula bahwa
penduduk Jawa Tengah menjadi kurang jumlahnya.
Kemelaratan dan kesengsaraan yang di
derita oleh rakyat di Jawa itu pada umumnya tidak diketahui oleh rakyat Belanda.
Mereka hanya mengakui bahwa tanam paksa telah membawa kemakmuran rakyat
Belanda. Perhubungan Jawa dan Negara Belanda pada waktu itu belumlah sebaik
sekarang, sehingga berita keadaan di Jawa tidak cepat sampai di sana. Baru
setelah tahun 1850, lambat laun rakyat Belanda mulai mendengar berita-berita
tentang keadaan yang sebenarnya di Jawa.
Berita-berita tentang tindakan
sewenang-wenang dari pegawai pemerintah kolonial dan penderitaan yang dipikul
penduduk mulai sampai di negeri induk. Demikian juga berita tentang malapetaka
yang terjadi di Cirebon, Demak, dan Grobogan mulai diketahui.
Akibatnya timbullah perhatian dari
kelompok orang-orang yang maju untuk mengajukan kritik dan kecaman terhadap
pemerintah Belanda. Mereka juga melancarkan gerakan untuk menentang dan
menghapuskan sistem tanam paksa. Mereka itu sebagian besar kaum penganut paham
liberalisme.
Sistem Tanam Paksa Di Hapus
Perdebatan di Negara Belanda mengenai
sistem tanam paksa menjadi hangat. Tokoh-tokoh yang menentang sistem tanam
paksa antara lain: Baron van Hoevelt, Vitalis dan lainnya. Kaum penentang
sistem tanam paksa semakin keras dalam menentang pemerintah Belanda, setelah
adanya penerbitan karangan yang membeberkan penderitaan penduduk Jawa yang
disebabkan oleh penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat pemerintah di bawah sistem tanam paksa.
Karangan itu adalah buku Max
Havelaar, yang ditulis oleh E. Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli.
Pengarang adalah seorang bekas pegawai kolonial yang pernah bertugas di Jawa.
Penulis-penulis lain juga menerbitkan karangan yang senada.
Berkat kecaman dari kaum liberal
tersebut, maka pemerintah terpaksa harus membuka mata untuk memperhatikan
penderitaan penduduk Jawa. Pada akhirnya pemerintah harus menghapus sistem
tanam paksa sekalipun secara berangsur-angsur. Penghapusan sistem tanam paksa
dimulai semenjak tahun 1850.
Apabila sistem tanam paksa telah
mendatangkan malapetaka kepada penduduk Indonesia, maka sebaliknya bagi rakyat
Belanda di negeri induk, sistem itu telah mendatangkan keuntungan dan
kemakmuran yang besar. Dengan cepat penghasilan pemerintah Belanda meningkat
semenjak tahun 1831, sehingga kas negara yang semula kosong cepat terisi.
Hutang-hutang Negara Belanda dapat dilunasi. Penerimaan pendapatan melebihi
anggaran pengeluaran negara, sehingga membawa kenaikan kemakmuran Negeri
Belanda.
Pendek kata, kesulitan keuangan
Negara Belanda dapat diatasi. Sementara itu perkapalan dan perdagangan di
negara tersebut meningkat. Kota Amsterdam dibangun sebagai pusat pasaran dunia
bagi hasil tanaman dari daerah tropika.
Foto Kota Amsterdam

Kota Amsterdam yang pernah dibangun setelah menerapkan sistem tanam paksa
di Indonesia
Pada umumnya sistem tanam paksa
berhasil bagi pihak penjajah, sehingga memperoleh saldo untung (batig slot)
yang tidak sedikit jumlahnya. Sebagai contoh pada tahun 1832 dan 1867 saldo
untung mencapai jumlah 967 juta golden, jumlah yang amat tinggi.
Sekalipun pada dasarnya sistem tanam
paksa sama dengan sistem yang dijalankan oleh VOC sebelumnya, pengaruh sistem
tanam paksa lebih dalam dari pada sistem VOC. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan kedua sistem tersebut. Dalam penggalian kekayaan, VOC hanya sampai
berhubungan dengan para raja-raja atau bupati-bupati, sedangkan dalam sistem
tanam paksa pemerintah dapat berhubungan langsung sampai ke tingkat kepala
desa.
Oleh karena itu tanam paksa
menimbulkan berbagai perubahan dalam perikehidupan di kalangan masyarakat Jawa.
Perubahan-perubahan itu antara lain adalah berubahnya pelapisan sosial
masyarakat Jawa. Sementara itu lalu-lintas ekonomi uang mulai meresap di daerah
pedesaan, sistem pekerja upahan mulai dikenal, serta sistem penyewaan tanah
kepada pengusaha Barat yang dibayar dengan uang mulai dikenal pula.
Perubahan-perubahan semacam itu
semakin meluas setelah politik kolonial liberal dijalankan oleh pemerintah
Belanda. Masa itu disebut juga zman liberalisme yang berlangsung dari tahun
1870 sampai 1900. Baca selengkapnya di artikel sejarah: Gagasan politik liberal
di Indonesia tahun 1870-1900
Demikian ulasan sejarah Akibat tanam
paksa bagi rakyat Indonesia, semoga menambah catatan sejarah Indonesia
khususnya
Comments
Post a Comment